Rabu, 29 September 2010

Glass Splinter Missing 1.1

Hanya satu alasan yang bener bener bisa bikin Ludhe betah di Malang ,pas lagi musim musim nya maba di kampus.Suasana yang begitu dingin dan gemerlap lampu yang bisa di lihat dari atas bukit.Atau lebih gampangnya sebut aja bukit bintang.Duduk di atas sana dengan sehelai jaket dan secangkir kopi panas, rasanya pas banget.Hembusan angin dan dinginnya daerah pegunungan,serasa menggusur rasa panas yang ada di dalam cangkir itu. Sudah hampir satu jam Ludhe duduk di atas bangku panajang .Menunggu Mimid yang tak kunjung nongol batang hidungnya.Berkali kali Ludhe menginguk arloji yang ada di pergelangan tangannya.
‘Sembilan Lewat Dua Puluh’


Hingga akhirnya Ludhe mengambil ponsel nya. Ibu jari Ludhe berlari lari di atas alfabet ponsel nokia 5300nya. Sent.Secepat kilat Mimid membalasnya.
“sorry De’ gue lagi nganterin temen ke Suhat bentar. Sorry,sorry, bgt.”
Cewek kelahiran Jakarta itu, agak tidak enak hati pada Ludhe yang sudah menunggunya hingga berjam jam.Kembali pada Ludhe. Dia meneguk kembali kopi panasnya ,tanpa berkomentar atau membalas sms yang di terimanya dari Mimid. Dari sudut pojok kedai pinggir jalan, Ludhe merasa ada yang mengawasinya dari tadi. Ludhe tetap tenang. Dengan sebuah muka cuek tapi tegas.
            “De’ sorry gue telat.” Suara ringan itu terdengar agak jauh dari telinga Ludhe. Ludhe telohkan kepalanya dimana sumber suara berasal. Terlihat sosok perempuan yang begitu feminim sedang melepas helm dari kepalanya. Ternyata Mimid. Dengan langkah tajam, Mimid berjalan menuju kursi yang sudah di tempati Ludhe sebelumnya.
            “ Dari mana aja Mid. Nunggu sampek jamuran ,di sini sendirian pula.” Celetuk Ludhe sesampainya Mimid duduk berada di sebrang persis kursi Ludhe. “ Ah elo De’. Gue habis nganterin temen gue. Udah gitu lo tadi ngajaknya dadakan pula. Itu pun gue baru keluar dari kampus.” Crocos Mimid panjang lebar.Suasana berubah menjadi tambah semakin teduh.Mimid beralih ke arah ponselnya. Seperti biasa , kegiatan rutinitas nya selama satu hari yang paling banyak prosentase-nya, hanya satu. Yaitu mengotak atik ponselnya. Sementara Ludhe tetap terfokus pada secangkir kopi panas yang ada di dalam gemgaman tangannya dan orang – orang yang lalu lalang melintas di depannya. Setelah mengakhiri untuk mengotak atik ponselnya,, Mimid menggeser pelan ponsel touchscreen barunya diatas meja kopi Ludhe. Percakapn panjang mereka baru di mulai. Dengan gaya Mimid yang super alay bak seorang guru TK, yang sedang mendongengi muridnya. Ludhe banyak berkomentar dengan percakapan mereka malam itu. Hingga akhirnya perdebatan kecil di mulai. Watak Mimid yang terlalu keras kepala, selalu saja mendorong Ludhe untuk mengalah.

0 komentar:

Posting Komentar