Rabu, 06 Oktober 2010

Glass Splinter Missing 1.7

Motor Ludhe sudah terparkir di depan teras rumahnya. Sore itu terlihat sangat mendung,semendung apa yang sekarang di rasakan oleh hatinya. Tak terdengar sedikitpun suara Mimid dari dalam rumah. Ludhe membuka gagang pintu rumahnya. Sepatu Ludhe menginjakkan lantai yang ada di ruang tamu. Keadaan rumah terlihat sangat sepi. Hanya beberapa hembusan angin yang menghuni kediamannya.
“Mid..mimid??” pangilnya dengan pelan solah memastikan ada seseorang yang menghirup oksigen di dalamnya. Ludhe langsung saja menyalakan TV flat yang ada di ruang tengah. Tanpa harus mengganti pakaianya dan mandi terlebih dahulu. Capek yang dia rasakan sampai menghiasi raut mukanya. Mengganti chanel tv satu persatu. Tak terlihat acar tv yang menarik sore itu. Sedangkan di luar rumah sudah terlihat tetesan air hujan yang mulai menghapus semua jejak siapapun yang melintas di bumi. Terlihat sosok Mimid keluar dari kamarnya. Dengan rambut basah yang terurai panjang di punggungnya. Dan muka segar setelah merasakan guyuran air. Beserta baju babydol bermotif garis vertikal yang menutupi semua organ tubuhnya. Ludhe memperhatikan Mimid dengan muka diam tanpa ekspresi.
“ Ludhe’.. baik deh langsung pulang”. Suara cempreng Mimid membuat muka Ludhe tambah malas ber ekspresi. “ Heh ngak lo suruh pulang aja pasti gue bakalan pulang. Liat tu di luar hujan dodol. Kalau gue ngak cepet pulang yang ada gue malah kehujanan”. Makian Ludhe sore itu ngak di balas secuilpun oleh Mimid. Karena terlihat dari muka Ludhe yang agak bad mood. “ Lo ngak mandi De’? bau tau. Hehe”. Sambil mencibirkan mulutnya dan menutup ujung hidungnya dan senyum kecilnya yang membagroundin kata-katanya.  “ Ah .. malas banget mandi Mid. Huahhhh. Dingin tau”. Ludhe menguap dan menutup rapat-rapat mulutnya. Seakan dia sudah benar-benar lelah menyusuri hari ini. “ Idi.. lo ini De’ males banget kalo di suruh mandi. Nonton tv mulu acara lo”. Tangan Mimid buru-buru melempar kepala Ludhe. “Ih kurang ajar lo ya. Berani ama gue? “. Pertarungan antar sahabat baru di mulai. Aksi saling lempar dan memaki.Saling menyelinap ke kamar masing-masing dan menutup rapat-rapat pintu kamarnya. Tanpa ada yang mematikan TV terlebih dahulu di antara mereka. Tak lama kemudian, terdengar suara motor berhenti di depan rumahnya. Mimid dan Ludhe serentak mengintai dari jendela kamar mereka. “Ergi?”. Ludhe segera keluar dari kamrnya. Membuka pintu dan menyapa Ergi yang terlihat basah kuyup.
 “ Dari mana lo Gi? Sampek basah kayak gini?”. Muka Ludhe berusaha untuk memancarkan raut bersahabat. “ Habis nganter si Ocktora. Dasar tu anak. Bilang minta di anter ke rumahnya, eh ternyata minta dianter ke daerah Batu sana. Pulang pulang basah dah jadinya”. Ergi lepas jaketnya dan berusaha untuk mengibaskan beberapa tetersan air yang masih bersemayam di atas nya. “ Lo nya sih Gi ,udah tau si Ocktora kayak gitu , lo ladenin aja”. Ludhe mencoba membantu membersihkan jaket parasit Ergi. “ Idi jangan jelous gitu dong sama aku”. Seketika hati Ludhe langsung terasa sesak. Seakan akan ada sesuatu yang sedang menghimpitnya. “ Ih pede banget sih lo?. Udah ayo masuk”. Ludhe menarik tangan Ergi yang masih sembab karena air hujan dan berusaha membuang muka nya yang mulai merah merona. Ergi terhenti di depan tv flat yang sebelumnya sudah nyala. Tetap berdiri karena bajunya basah kuyup tersiram air hujan.

0 komentar:

Posting Komentar